Bentang Alam Hade di Jatigede

23 November 2023 by Admin PEP Bandung

Satu kata, hade atau bagus! Itulah kesan utama dari perjalanan survei sehari mengitari kawasan bendungan Jatigede, pada Kamis, 23 November 2023, oleh tim dari PEP Bandung. Tim survei terdiri atas empat orang dosen PEP Bandung, yaitu: Adang Saputra, Oman Abdurahman, Dadan Wildan, dan A.D Wirakusumah. Tujuan survei untuk mencari lokasi-lokasi yang pemberhentian (stop point = SP) pada acara praktikum (lapangan) mata kuliah Geolgi Dasar dan Gemorfologi Terapan untuk para mahasiswa Teknologi Geologi Angkatan 2023 minggu depannya.

Bendungan Jatigede memiliki kisah yang panjang. Menurut beberapa catatan, penelitian-penelitian untuk membangun bendungan megah di pertengahan-timur wilayah Jawa Barat itu sudah dimulai sejak masa kolonial Belanda. Namun, pembangunannya tak kunjung dimulai meski tim penelitinya sudah  bergonta-ganti ahli-ahli dari berbagai negara. Bendungan ini nyatanya baru mulai dibangun pada 2008 dan diresmikan penggunaannya pada 2015. Konon, kisah panjang bendungan di wilayah Kabupaten Sumedang itu diantaranya karena masalah geologi yang dihadapi, terutama di sekitar poros bedungan yang dilalui oleh sebuah sesar terkenal di Jawa Barat: Sesar Baribis. 

Kisah kunjungan ke Jatigede tidak akan membahas lebih detail persoalan geologi di sana, melainkan bentang alamnya yang luar biasa. Jelas, suatu kawasan yang dilalui sesar besar tentu akan menyuguhkan pemandangan tebing curam dan – biasanya – mengapit sebuah lembah (sungai) di bawahnya yang indag. Dan itu memang terbukti sebagaimana kami saksikan di jembatan Ci Manuk yang terletak sekitar di depan outlet utama bendungan besar Jatigede. Sungai Ci Manuk di bawah jembatan sampai ke hilir di area ini, tampak seperti membelah sebuah bukit terjal, bukit yang berbatuan produk lahar di bagian bawahnya dan endapan piroklastik di bagian atasnya, khas untuk suatu kawasan yang kaya akan gunungapi, dari dulu hingga sekarang. 

Pemandangan elok seputaran Jatigede kami saksikan sejak sebelumnya, di SP-1 yang berlokasi antara kantor Desa Cipicung dan kompleks masjid Al Kamil – yang sekaligus menjadi lokasi wisata kondang di sana saat ini – di suatu kawasan perbukitan. Dari SP-1 ini  ke arah selatan menyuguhkan pemandangan lepas ke reservoir bendungan Jatigede yang dikelilingi bukit-bukit dan di tengahnya tampak beberapa pulau-pulau. Pulau-pulau yang dulunya bukit-bukit, yang lembah-lembahnya yang hijau terendam air bendungan. Salah satunya, yang paling besar adalah Pulau Surian. Sungguh bentang alam yang cocok untuk kuliah lapangan geomorfologi terapan.

Selepas mengungjungi perbukitan dengan view lepas ke arah tubuh bendungan dan lembah Ci Manuk dengan jembatan lama di depan outlet  bendunga, perjalanan dilanjutkan ke area rekreasi Jatigede, yaitu kawasan yang diberi nama “Tanjung Duriat” ( = Tanjung Cinta). Bagi para geologiwan, lokasi ini bukan saja sarana wisata, namun sekaligus merupakan area yang sangat pas untuk mempelajari bentang alam ke sekeliling area danau yang terbentuk akibat sungai Ci Manuk dibendung: Bendungan Jatigede. Ada pun untuk materi praktikum  (lapangan) Geologi Dasar tak kurang banyaknya, baik berupa perlapisan, batuan dan mineral maupun struktur, sejak di perbukitan hingga ke dasar sungai, bertebaran. Demikian, sekelumit kisah perjalanan berpemandangan hade ke bendungan Jatigede.***

Whatsapp