Wisata ke Curug Jompong telah berlangsung sejak jaman Pemerintahan Belanda. Sehingga dokumentasi lama tentang keindahan Curug Jompong dengan mudah dapat ditemukan. Bahkan buku panduan wisata yang di antaranya memuat tentang Curug Jompong dapat dijumpai dalam beberapa versi. Curug Jompong merupakan obyek wisata air terjun yang terbentuk akibat adanya tubuh batuan beku intrusi menempati badan Sungai Citarum sepanjang ± 300 meter, membendung aliran Sungai Citarum dan membentuk air terjun. Curug Jompong berasal dari Bahasa Sunda, Curug berarti air terjun, sedangkan Jompong berarti mojang atau remaja putri.
Lembah kawasan Curug Jompong dengan tebing sungainya yang sangat terjal memotong pematang perbukitan yang memanjang utara selatan dari Ngamprah di utara menerus sampai Gunung Buleud di bagian selatan. Perbukitan membentuk pematang ini memisahkan antara dataran tinggi Kota Bandung atau dikenal dengan Danau Bandung Purba Timur dan dataran tinggi di sekitar Batujajar dan Padalarang dikenal dengan Danau Bandung Purba Barat.
Aliran air Sungai Citarum semula dari arah timur, di depan mulut Terowongan Nanjung berkelok tajam ke arah relatif selatan-barat daya, membentuk kelurusan sepanjang sekitar 100 meter, selanjutnya berbelok tajam ke arah barat membentuk Curug Jompong. Aliran air di kawasan Curug Jompong melewati celah-celah sangat sempit berkelok-kelok tajam, dengan bentuk kelokan patah-patah, tidak berupa bentuk lengkung sebagaimana umumnya dijumpai pada kelokan sungai.
Pada saat banjir aliran air sungai melintas di atas tubuh batuan beku. Akan tetapi dengan telah dioperasikannya Terowongan Nanjung, aliran air sungai hanya melintas di celah-celah lembah yang memotong tubuh batuan beku.
Terobosan Magma dan Alterasi
Pada sekitar 4 juta tahun yang lalu magma menerobos dan membeku menghasilkan batuan beku andesit di Curug Jompong. Saat magma mulai mendingin dan membeku yang dimulai dari bagian tepi, disertai dengan terbentuknya retakan-retakan/kekar. Selain itu, akibat desakan terobosan magma menimbulkan zona patahan/sesar dan kekar pada batuan di atasnya. Patahan dan kekar tersebut menjadi media lewatnya fluida hidrotermal/air panas dan gas-gas yang berasal dari dalam tubuh magma (Gambar 1).
Ujung bagian atas magma berupa campuran fasa padat, cair, dan gas dengan temperatur sangat tinggi (± 400oC). Kondisinya seperti direbus, menyebabkan padatan yang telah terbentuk sebelumnya menjadi terubah (teralterasi) komposisinya, menghasilkan mineral-mineral berupa kaolin, ilit, monmorilonit, kalsit, dan albit (Gambar 3). Mineral-mineral tersebut berwarna cerah atau putih, sebagian kehijauan, bersifat relatif lunak (Gambar 6). Alterasi ini disebut tipe filik (Gambar 2 dan 3). Alterasi filik tersebut berkembang juga ke arah atas akibat fluida hidrotermal dan gas-gas dari magma yang terus bermigrasi ke arah atas melalui patahan dan kekar, mengalterasi batuan yang dilaluinya.
Mengingat penyusun zona filik terdiri dari mineral-mineral lunak, maka sangat rentan terhadap pelapukan dan erosi. Oleh sebab itu zona filik di Curug Jompong ini sebagian besar telah tererosi, hanya menyisakan zona bagian bawahnya (Gambar 2).
Kekar Akibat Pembekuan Magma
Kekar pada batuan beku terbentuk akibat proses pendinginan magma, yang menghasilkan perubahan fasa cair magma menjadi padatan. Saat magma mendingin dan membeku terjadi pengerutan, sehingga menghasilkan kekar-kekar.
Sebaran kekar intensif dan rapat di zona dekat permukaan. Kekar yang terbentuk tiga macam. Pertama, kekar berbentuk lembaran dengan bidang kekar relatif mendatar. Kedua, kekar dengan bidang kekar tegak lurus bidang pendinginan atau tegak lurus tepian dari tubuh magma. Ketiga, kekar membentuk pola sebaran dendritik ke arah vertikal, terbentuk akibat adanya overpressure desakan lepasnya air dari magma (Gambar 4). Kekar-kekar akibat pembekuan magma umumnya membentuk bukaan, sehingga menjadi media lewatnya fluida hidrotermal dan gas dari dalam magma bermigrasi ke sekitarnya.
Sesar dan Kekar
Struktur geologi yang berkembang intensif di Curug Jompong berupa patahan dan kekar/rekahan. Beberapa patahan dengan arah memanjang timur laut barat daya dijumpai di kelokan Sungai Citarum yang mengalir dari arah timur laut berbelok tajam ke arah barat. Lokasi belokan Sungai Citarum tersebut merupakan zona sesar (Gambar 5 dan 7). Salah satu bidang sesar memiliki arah jurus dan kemiringan N197oE/70o. Pada kelokan sungai tersebut dijumpai beberapa sesar yang relatif sejajar.
Pada zona sesar terdapat zona fragmentasi dan kekar yang berkembang sangat rapat, serta dijumpai alterasi yang menghasilkan zona berwarna putih, dijumpai juga veinlet-veinlet kalsit. Kelurusan dan titik belok aliran Sungai Citarum di Curug Jompong bertepatan dengan keberadaan struktur geologi tersebut (Gambar 7).
Bobolnya Danau Bandung Purba Timur
Akibat adanya alterasi, kekar, dan sesar pada tubuh intrusi andesit dan batuan di atasnya yang menyusun kawasan Curug Jompong, menghasilkan zona sangat rentan terhadap pelapukan dan erosi. Itulah sebabnya mengapa Danau Bandung Purba Timur bobol di kawasan Curug Jompong
Penyusutan dan hilangnya Danau Bandung Purba Timur dijelaskan oleh Dam, dkk., (1996), yakni terjadi pada kurun waktu antara 20.000 dan 16.000 tahun lalu, yang disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama yaitu proses sedimentasi yang mengendapkan material dari perbukitan di sekitar Bandung, menyebabkan pendangkalan danau. Faktor kedua yakni erosi arah vertikal dan belakang atau arah hulu yang terjadi di tepi barat Cekungan Bandung, khususnya kawasan Curug Jompong, menoreh dasar Sungai Citarum sehingga menyebabkan air danau semakin terkuras sehingga danau semakin dangkal dan luasnya semakin menyusut.
Penyusun: Tim PkM Prodi Teknologi Geologi
PEP Bandung, 2023